PARADIGMA PENELITIAN
KUALITATIF
A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dalam penelitian, setiap peneliti
pasti membutuhkan teori- teori yang berkaitan dengan objek yang akan dikaji
dalam penelitinnya. Teori yang digunakan atau diperoleh oleh peneliti adalah
teori yang sudah teruji kebenarannya atau dengan kata lain teori itu dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dari sumber-sumber yang terpercaya.
Adapun Penelitian biasanya diawali dengan ide-ide atau gagasan dan
konsep-konsep yang dihubungkan satu sama lain melalui hipotesis tentang
hubungan yang diharapkan. Ide-ide dan konsep-konsep untuk penelitian dapat
bersumber dari gagasan peneliti sendiri dan dapat juga bersumber dari sejumlah
kumpulan pengetahuan hasil kerja sebelumnya yang kita kenal juga sebagai
literatur atau pustaka. Literatur atau bahan pustaka ini kemudian kita jadikan
sebagai referensi atau landasan teoritis dalam penelitian. Penelusuran atau
pencarian pustaka yang relevan seyogyanya juga dilakukan sebelum kegiatan atau
pelaksanaan penelitian itu berjalan. Kepustakaan atau literatur yang dijadikan
landasan dalam kajian teori ini akan memiliki arti dalam mempertimbangkan
cakupan penelitian yang sedang dikerjakan. Studi kepustakaan ini juga memiliki
peranan atau fungsi yang sangat penting. Penelitian kualitatif adalah riset
yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan
induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam
penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus
penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga
bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai
bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran
landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam
penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan
berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan;
sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan
teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
B. PEMBAHASAN
1.
Dasar
Teoritis Penelitian Kualitatif
Kajian penelitian kualitatif berawal dari kelompok ahli
sosiologi pada tahun 1920-1930, yang memantapkan pentingnya penelitian
kualitatif untuk mengkaji kelompok hidup manusia. Pada penelitian kualitatif,
teori dibatasi pada pengertian: suatu penyataan sistematis yang yang berkaitan
dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara
empiris. Orientasi atau perspektif teoritis adalah cara memandang dunia, asumsi
yang dianut orang tentang suatu yang penting, dan apa yang membuat dunia
bekerja.
Pada dasarnya landasan teoritis dari penlitian kualitatif
itu bertumpu secara mendasar pada fenomolofi. Seorang peneliti yang mengadakan
penelitian kualitatif biasanya beriorentasi pada teori yang sudah ada.
a. Fenomenologis
Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki sederet
asumsi subjektif tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial. Sosiologi
fenomenologi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan Alfred
Schultz. Yang utama dari pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu
berpijak kepada (yang eksperiensial). Baginya, hubungan antarapersepsi dengan
objekobjek pengalaman. Prinsip ini yang kemudian menjadi pijakan bagi setiap
penelitian kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas.
Upaya Schultz sendiri merupakan kelanjutan dari upaya Husserl yakni mengkaji
cara-cara anggota masyarakat menyusun dan membentuk ulang alam kehidupan
sehari-hari. Schultz menekankan bahwa kesadaran dan interaksi bersifat saling
membentuk. Ia mengatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan perhatian pada
cara-cara dunia (kehidupan) yang diciptakan dan dialami oleh masyarakat.
Perspektif subjektif merupakan satu-satunya jaminan yang perlu dipertahankan
agar dunia realitas sosial tidak akan pernah digantikan oleh dunia
fiktif.
Subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang tidak boleh
dilupakan ketika para peneliti sosial memaknai objek-objek sosial. Peneliti
dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya
terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi
bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bag orang-orang yang sedang diteliti
oleh mereka. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari
perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para
sunjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peritiwa
dalam kehidupannya sehari-hari.
Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai persfektif
filosofi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodelogi kualitatif.
Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalamanpengalaman
subjektif manusia dan interpretasi –interpretasi manusia.
Ada beberapa ciri pokok dari fenomenologi yang dilakukan
oleh peneliti fenomenologis, yaitu:
1)
Fenomenologis
yang cenderung mempertentangkannya dengan ‘naturalisme’, yaitu yang disebut
objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam
ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
2)
Secara
pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang
dinamakan oleh Husserl ‘Evidenz’ yang dalam hal ini merupakan kesadaran tentang
sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan lainnya yang
mencakupi sesuatu dari segi itu.
3)
Fenomenologis
cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan
budaya. Para fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena
kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal yang lainnya daripada dirinya sendiri.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada kontrol diri
terhadap kesadaran terstruktur. Analisis fenomenologis berusaha mencari untuk
menguraikan ciri-ciri dunianya seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan,
dan apa yang tidak dan dengan aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan.
b.
Interaksi
simbolik
Bersamaan dengan perspektif fenomologis, pendekatan ini
berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang,
situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri, sebaliknya
pengertian itu diberikan untuk mereka. Aliran ini menunjang dan mewarnai
kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan atas interaksi simbolik adalah
asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi
orang dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya
makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari
orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak
ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain.
Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula
ditentukan oleh kekuatan manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu
dengan bantuan orang lain seperti orang-orang masa lalu, penulis, keluarga,
pemeran di televisi dan pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar tempat
mereka bekerja atau bermain, namun orang lain tidak melakukannya untuk mereka.
Melalui interaksi seseorang membentuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu
(misalnya mahasiswa dalam ruang kuliah tertentu) sering mengembangkan difinisi
bersama (atau “perspektif bersama” dalam bahasa interaksi simbolik) karena
mereka secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah,
dan latar belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keharusan. Di pihak lain
sebagian memegang “definisi kebersamaan” untuk menunjuk pada “kebenaran”, suatu
pengertian yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat oleh orang yang
melihat sesuatu dari sisi yang lain.
Bila bertindak atas dasar definisi tertentu, sesuatu
barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada orang seorang ada
masalah, dan masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat meniadakan yang
lama, dengan kata lain dapat berubah. Bagaimana definisi itu berubah atau
berkembang merupakan pokok persoala yang diteliti. Dalam interaksi simbolik
terdapat beberapa prinsip dalam menafsirkan prilaku manusia. Penganut
interaksionis berasumsi bahwa analisis lengkap prilaku manusia akan mampu
menangkap makna simbul dalam interaksi. Pakar sosiologi harus juga menangkap
pola prilaku dan konsep diri. Konsep itu beragam dan kompleks, verbal dan non
verbal, terkatakan dan tidak terkatakan.
Ada beberapa prinsip dari metodelogi yakni:
1)
Sosial
dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta, kita harus
mencari yang lebih jauh, yaitu mencari konteks seningga dapat ditangkap simbul
dan maknanya.
2)
Karena
simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri obyek dengan
demikian menjadi penting.
3)
Peneliti
harus sekaligus mengaitkan antara social dengan jati diri dengan lingkungan dan
hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait dengan konsep sosiologik tentang
struktur social dan lainnya.
4)
Hendaknya
direkam stuasi yang menggambarkan social dan maknanya, bukan hanya merekam
fakta sensual saja.
5)
Metode-metode
yang digunakan hendaknya mampu mereflesikan bentuk prilaku dan prosesnya.
6)
Metode
yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna di balik interaksi. Kadangkala ada
interaksi yang menunjuk tentang perbedaan hasil penelitian pada daerah kasus
yang sama. Perlu dipertimbangkan bahwa banyak sekali kemungkinan terjadinya
perbedaan hasil penelitian, karena memang obyek yang diobservasi berbeda , atau
analisisnya berbeda, atau yang dipertanyakan berbeda.
7)
Sesitizing
(yaitu sekedar mengarahkan pemikiran) itu yang cocok dengan interaksionisme
simbolik dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih
operasional menjadi scientific concepts.
Bila prinsip ketujuh ini digunakan, nampaknya mengembangkan
interaksionisme simbolik yang phenomologik akan mengarah ke pemikiran statistik
kuantitatif.
c.
Etnometodologi
Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data, melainkan menunjukkan pada mata pelajaran yang akan
diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan
dan memahami kehidupan sehari-hari. Subjek etnometodologi bukanlah anggota suku-suku
terasing, melainkan orang-orang dalam berbagai macam situasi pada masyarakat
kita. Etnometodologi berusaha bagaimana orang-orang melihat, menerangkan, dan
menguraikan keteraturan dunia tempat mereka. Sejumlah orang berpendidikan telah
terpengaruhi oleh pendekatan ini. Pekerjaan mereka kadang-kadang sukar
dipisahkan dari pekerjaan peneliti kualitatif lainnya. Mereka cenderung melakukan
pekerjaan-pekerjaan tentang isu yang besifat mikro, dengan pengungkapan dan
kosa kata khusus, dan dengan tindakan dengan rinci dan pengertian. Penelitian
demikian menggunakan istilahistilah pengertian secara common sense, kehidupan
sehari-hari, dan memperhitungkan.
Menurut pada etnometodolog, penelitian bukanlah merupakan usaha
ilmiah yang unik, melainkan lebih merupakan penyelesaian praktis. Mereka
menyarankan agar kita melihat secara hati-hati pada pengertian akal sehat
tempat pengumpulan data itu dilakukan. Mereka mendorong peneliti untuk bekerja
dengan cara kualitatif untuk lebih peka terhadap kebutuhan tertentu menurut
mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat, pandangan mereka
sendiri, daripada mempertimbangkannya. Selain landasan teoretis tersebut di
atas dalam penelitian kualitatif dimanfaatkan juga apa yang dinamakan
pendekatan (approach). Pendekatan penelitian kualitatif merupakan cara berpikir
umum tentang cara melakukan penelitian kualitatif.
2.
Perbedaan
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif
Kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menekankan
analisis proses dari proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan
logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan
dari data kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berfikir formal
dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi. Penelitian kualitatif
bertujuan mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah yang dihadapi,
menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah dan
menerangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.
Penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian
yang digunakan dalam mengungkap permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi
pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olahraga, seni dan
budaya, sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi
kesejahteraan bersama. Imam Gunawan menyimpulkan di dalam bukunya Metode
Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang
masalah-masalah manusia dan social, bukan mendeksripsikan bagian permukaan dari
suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan
positivismenya. Penelitian menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh
makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi
perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar yang alami bukan hasil
perlakuan atau manipulasi variable yang dilibatkan.
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis
penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur
dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Definisi lain
menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut
penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan
penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik, atau
tampilan lainnya.
Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.
Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan. Metode kuantitatif sering juga disebut metode tradisional,
positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif
dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan
sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut
sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme.
Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur,
rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan
metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru.
Metode ini disebut metode kuantitatif karena data
penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian
kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free). Dengan
kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip
objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan
instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang
melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat
membuat bias, misalnya akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika
dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh
dari kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya.
Adapun perbedaannya sebagai berikut:
NO |
PENELITIAN
KUALITATIF |
PENELITIAN
KUANTITATIF |
1. |
Mengonstruksi realitas sosial,
makna budaya |
Mengukur fakta yang
objektif |
2. |
Berfokus pada proses
interpretasi dan peristiwa peristiwa |
Terfokus pada
variable-variabel |
3. |
Keaslian merupakan kunci |
Reliabilitas merupakan
kunci |
4. |
Nilai hadir dan nyata/tidak
bebas nilai |
Bersifat bebas nilai |
5. |
Terikat pada
situasi/terikat pada konsteks |
Tidak tergantung pada
konteks |
6. |
Terdiri atas beberapa kasus
atau subjek |
Terdiri atas kasus atau
subjek yang banyak |
7. |
Bersifat analisis tematik |
Menggunakan analisis
statistic |
8. |
Peneliti memihak |
Peneliti tidak
memihak |
No comments:
Post a Comment