PETUNJUK.
- Bacalah naskah di bawah secara teliti.
- Berikan pendapat anda bagaimanakah seharusnya penerapan sistem ekonomi Indonesia saat ini, serta relevansinya dengan sistem ekonomi Islam pada masa klasik.
- Tuliskan pendapat anda pada kolom komentar.
- Waktu untuk memberikan pendapat dimulai dari hari ini, Ahad, 04 April 2021, pukul 10.00 WIB s/d Senin, 05 April 2021, pukul 12.00 WIB
- Soal UTS ini hanya diperuntukkan bagi semester IV B program studi Hukum Ekonomi Syariah
- Selamat bekerja.
SISTEM EKONOMI ISLAM MASA ISLAM KLASIK.
Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menerapkan jizyah, yakni pajak yang dibebankan kepada orang-orang non-Muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk setiap laki-laki dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis dan penderita penyakit dibebaskan dari beban ini. Pembayaran jizyah ini tidak harus berupa uang tunai, tetapi juga dapat berupa berbagai barang lainnya.
Selain jizyah, Rasulullah juga menerapkan sumber pendapatan negara yang terpenting dengan sistem Kharaj, yakni pajak tanah yang dipungut dari kaum non-Muslim. Tanah tersebut diambil alih oleh kaum Muslimin dan pemiliknya diberi hak untuk mengolah tanah tersebut dengan status penyewa dan bersedia memberikan sebagian hasil produksinya kepada negara. Disamping itu, umat Islam dan bukan hanya non-Muslim yang dikenakan pajak, umat Islampun dikenakan pajak yang sama dengan kharaj, yakni Ushr dari hasil pertanian dan buah-buahan.
Sumber pendapatan Negara selain jizyah dan kharaj adalah sistem Ushr, sebuah jenis pajak yang telah berlangsung pada masa Arab Jahiliyah yang diadopsi oleh Rasulullah sebagai bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dan dibayar hanya sekali dalam setahun serta berlaku hanya terhadap barang-barang yang bernilai lebih dari 200 dirham. Tingkat bea yang dikenakan kepada para pedagang non-Muslim yang dilindungi adalah sebesar 5% sedangkan pedagangg Muslim sebesar 2,5%.
Diantara sumber-sumber pendapatan Negara pada masa pemerintahan Rasulullah Saw, zakat dan Ushr merupakan dua pendapatan yang paling utama dan penting. Selain sumber-sumber pendapatan tersebut, terdapat beberapa sumber lain yang bersifat tambahan atau skunder.
Sumber pendapatan sekunder tersebut bisa didapatkan melalui uang tebusan para tawanan perang, pinjaman-pinjaman, khums atas rikaz atau harta karun, amwal fadilah yakni harta yang berasal dari harta benda kaum Muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang Muslim yang murtad dan pergi meninggalkan Negaranya.
Masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ahs-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan Aggregate Demand dan Aggregate Supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.
Masa pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun, beliau melakukan beberapa perubahan dalam pengelolaan pemerintahannya. Diantara penataan yang dilakukannya adalah dalam hal-hal sebagai berikut :
2. Kepemilikan Tanah
3. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
4. Pengeluaran
5. Zakat
6. ‘Ushr
7. Mata Uang
8. Sedekah Dari Non-Muslim
Pada masa pemerintahan Islam di masa Usman dapat dicatat beberapa hal penting yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi khalifah Usman. Kebijakan ekonomi tersebut terdiri dari pengelolaan sumber pendapatan keuangan negara seperti; zakat, harta peninggalan yang tidak ada ahli warisnya, ghanimah, dan kebijakan pendistribusiannya, Harta Ghanimah, Jizyah, Kharaj dan ‘Ushr
Dalam usia kepemimpinan yang pendek, memang tak banyak yang diperbuat Ali untuk kemajuan dunia islam umumnya, seperti para pendahulunya. Ali disibukkan untuk mengatasi masalah politik dalam negeri. Upaya pemerintahan Ali untuk menegakkan keadilan dalam menopang kebijakan politik dan ekonominya patut diacungkan jempol
Imam Abu Yusuf diangkat oleh Khalifah Dinasti Abbasiyah sebagai Ketua Mahkamah Agung (Qadhial-Qudhat). Kitab al-Kharaj sendiri ditulis atas permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpunan pemasukkan atau pendapatan Negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Di dalam pengertian modern kita kini dapat dikatakan sebagai Public Finance. Dengan demikian kitab al-Kharaj ini memiliki orentasi birokratik karena ditulis dengan tujuan sebagai buku petunjuk administratif dalam rangka mengeloala keungan negara dengan baik dan benar.
2. No opperassion of tax-payers (tidak menindas para pembayar pajak).
3. Maintenance of a healthy treasury, (pemeliharaan harta benda yang sehat)
4. Benefiting both government and tax-payers (manfaat yang diperoleh bagi pemerintah dan pembayar pajak)
5. In choosing between alternative policies having the same effects on treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan beberapa alternatif peraturan yang memiliki dampak yang sama dengan harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para pembayar pajak.
Hal kotroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf ialah pada masalah pengendalian harga (tas'ir), ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Argumennya didasarkan pada sunnah Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “tinggi dan rendahnya barang merupakan bagian dari keterkaitan dengan keberadaan Allah, dan kita tidak bisa mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut”
No comments:
Post a Comment