PERHATIAN !!!!!!

Wednesday, February 24, 2021

  





UANG DALAM ISLAM

disampaikan oleh :

ARIFIN
M. IRWAN SYAHPUTRA
AYU ANDIRA
SILVI ANGGERIANI


Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah (HES)

 


BAB I

PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi. Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan peranan penting dalam perjalanan kehidupan modern. Uan gberhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Uang dalam sistem ekonomi memungkinkan perdagangan berjalan secara efisien.

Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya pun akan semakin maju sehingga kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun akan meningkat. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga akan semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat tukar yang dapat diterima semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar inilah yang disebut dengan uang.

 

B.Rumusan Masalah

1. Sejarah Uang?

2. Bagaimana Perkembangan Uang Pada Zaman Rasulullah?

3. Bagaimana Perkembangan Uang Pada Zaman Khulafaurasyidin?

4. Bagaimana Perkembangan Uang Pada Zaman Bani Ummayah?

5. Bagaimana Perkembangan Uang Pada Zaman Bani Abbasiyah?

6. Bagaimana Perkembangan Uang Pada Zaman Bani Turki Usmani?

7.Apa Hukum Menggunakan Uang Kertas?

  

BAB ll

PEMBAHASAN

1.    Sejarah Uang

A. Sejarah Munculnya Uang

Uang adalah alat pembayaran transaksi yang menjadi tolok ukur harga atau nilai suatu barang dan jasa. Sebelum adanya uang, manusia telah melewati masa mandiri atau sebelum barter, yaitu harus memenuhi kebutuhannya sendiri.

Kemudian melewati masa barter atau pertukaran, mengenal uang komoditas, hingga mengenal uang sebagai alat pembayaran. Sejarah uang secara singkat dijelaskan sebagai berikut.

1. Masa Sebelum Barter

Masa sebelum barter adalah masa ketika manusia memenuhi kebutuhan dengan kemampuannya sendiri (secara individu) yang bergantung dengan alam. Pada zaman ini, manusia belum menjadi makhluk sosial sehingga tidak membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Masa Barter

Setelah manusia menjadi makhluk sosial maka setiap orang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring perkembangan pada masa itu, mereka saling menyadari bahwa barang-barang yang dihasilkan tidak cukup dan memerlukan orang lain untuk memenuhinya sehingga muncul kegiatan saling tukar satu sama lain yang saling membutuhkan.

Kegiatan ini disebut barter atau in nature. Manusia melakukan barter atau pertukaran barang dan jasa dengan barang dan jasa lain yang diinginkan sebelum mengenal uang. Misalnya, menukar sekarung terigu dengan sekantong beras untuk kebutuhan karbohidrat setiap hari.

Kegiatan barter sudah dimulai sejak puluhan ribu tahun lalu hingga masa awal manusia modern. Lambat laun, masalah barter muncul ketika ada dua orang yang ingin bertukar tidak sepakat dengan nilai pertukaran barang atau jasa, terutama jika salah satu pihak tidak terlalu butuh dengan barang atau jasa yang akan ditukar. Adanya masalah tersebut, kemudian manusia mendapat ide untuk mengatasinya dengan menciptakan uang komoditas.

3. Sistem Uang Barang

Sistem uang barang atau uang komoditas adalah barang dasar yang hampir dimiliki oleh semua orang seperti garam, teh, tembakau, dan biji-bijian yang dijadikan sebagai standar atau alat pembayaran.

Pada tahun 9000 hingga 6000 sebelum masehi (SM), uang komoditas yang dipakai berubah menjadi ternak, bukan lagi barang yang kecil. Kemudian muncul budaya pertanian sehingga uang komoditas yang dipakai adalah gandum, sayuran, atau tumbuhan lain.

Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 1200 SM, uang primitif mulai dipakai. Uang primitif adalah cangkang kerang atau moluska lainnya yang dipakai sebagai alat pembayaran bernama cowrie. Cangkang atau Cowrie berasal dari Kepulauan Maladewa di Samudra Hindia.

2.    Perkembangan Uang pada Zaman Rasulullah.

Sebelum dikenalnya sistem moneter seperti yang berlaku pada masa kini, pernah berkembang sebelumnya perekonomian sistem barter yang dikenal dengan istilah silent trade. Dalam perekonomian barter ini transaksinya dilakukan dengan cara melakukan pertukaran antara barang yang dimiliki dengan barang yang dibutuhkan. Perekonomian dengan sistem barter ini terjadi pada masa sebelum dikenalnya sama sekali alat tukar yang disebut uang atau alat yang berfungsi sebagai alat pembayaran.

            Al-Ghazali dan Ibn Khaldun mengartikan uang sebagai apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran dan media simpanan. Bangsa Arab di Hijaz pada masa Jahiliyah menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa Dinar emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq. Penduduk Makkah tidak memperjualbelikannya kecuali sebagai emas yang tidak ditempa dan tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya.

            Rasulullah memerintahkan penduduk Makkah untuk mengikuti ukuran timbangan, karena ketika itu mereka bertransaksi menggunakan dirham dalam jumlah bilangan, bukan ukuran timbangan. Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran dirham Persia karena terdapat tiga bentuk cetakan uang, ada yang berukuran 20 qirath (karat), 12 karat dan 10 karat.  Lalu ditetapkanlah dalam dirham Islam menjadi 14 karat dengan mengambil sepertiga dari semua dirham Persia yang ada. 20 + 12 + 10 = 42 / 3 = 14, sama dengan 6 daniq. Setiap daniq seukuran 7 mitsqal (mitsqal dalam ukuran sekarang adalah gram).

3.     Perkembangan Uang pada Zaman khulafaurasyidin.

          Masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, keadaan bentuk mata uang dinar masih sama dengan masa Nabi Muhammad saw. Hal ini disebabkan karena masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq reatif pendek serta banyak pula perkara umat yang harus ditangani, antara lain adalah memerangi orang murtad dan orang-orang yang enggan untuk membayar zakat.

            Dicetaknya dirham Islam tepatnya pada tahun 18 H, pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab. Pada awalnya dirham hanya dicetak dengan menggunakan aksara Arab di setiap sisinya. Setelah itu, barulah Khalifah Umar ra melakukan hal-hal penting dalam masalah uang, berupa :

Percetakan uang dirham dengan ciri-ciri keislaman, terdapat tulisan tambahan seperti “Alhamdulillah”, “Muhammad Rasulullah”, “Laa ilaha illa Allah wahdahu” dan juga nama khalifah “Umar”.

Ditetapkannya standar kadar dirham, 1 dirham sama dengan 7/10 dinar, atau setara dengan 2,97 gram dengan landasan standar dinar 4,25 gram emas.

Beliau membuat uang dengan bentuk lain, yaitu dengan menggunakan bahan dasar kulit hewan (kambing). Karena Khalifah Umar menganggap bahwa uang kulit reatif lebih mudah untuk dibawa sehingga memudahkan untuk melakukan kegiatan transaksi.

            Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, dicetaknya uang dinar dan dirham baru dengan memodifikasi uang dinar Persia dan ditulis simbol-simbol Islam. Di mana dalam uang dinar tersebut terdapat tulisan “Allahhu Akbar”. Di batas koin juga terdapat kata-kata dalam aksara Kuffi, yang artinya “Rahmat, dengan asma Allah, dengan asma Tuhanku, bagi Allah, Muhammad”.

            Adapun pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, beliau mencetak dirham mengikuti model dirham Khalifah Utsman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallah dengan jenis tulisan Kufi.

4.     Perkemabangan Uang pada Zaman Bani Umayyah.

Mata uang Islam pertama terbentuk di bawah kekuasaan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, pendiri dinasti Umayyah pada tahun 661 M, hampir tiga dekade setelah wafatnya Rasulullah SAW.Sebagai penguasa, Muawiyah membuat seluruh wilayah Islam saat itu di bawah kendali pusat, dan ia mengumpulkan kekuatan untuk melawan Bizantium. Namun, ia juga bersusah payah untuk menetralisir perbedaan agama yang mencolok pada koin emas Bizantium.

Di Suriah, koin jenis Bizantium masih tetap digunakan walaupun pemerintahan Bizantium sudah runtuh. Dengan demikian, orang Suriah mewakili kesinambungan budaya antara Kekaisaran Bizantium dan Kerajaan Arab.

Memuat kata dari Alquran Selama 20 tahun pemerintahan Khalifah Umayyah kelima, yakni Abdul Malik ibnu Marwan, program keislaman menjadi lebih jelas. Khalifah Abdul Malik membangun Haram al- Sharif (Kubah Batu) di Yerusalem.

Ia juga membuat dekrit yang menegaskan, semua bisnis pemerintah dinyatakan dalam Bahasa Arab. Karena itu, gambar Khalifah Abdul Malik kemudian terpampang di koin menggantikan gambar Kaisar Bizantium. Lambang salib juga dihilangkan, dan untuk pertama kalinya kata-kata dari Alquran dimunculkan di dalam koin.

Koin emas baru yang bertuliskan Bahasa Arab itu pun menimbulkan krisis internasional. Pada 692 M, upaya Khalifah Abdul Malik untuk membayar upeti kepada Bizantium dengan koin-koin baru itu ditolak oleh Kaisar Justinian II (669-711). Penolakan upeti itu pun melanggar perjanjian, dan perang pun pecah.

Koin emas itu menyinggung Kaisar Justinian II karena di dalamnya tak lagi terdapat simbol Kristen, tapi digantikan dengan dua kalimat syahadat dalam bahasa Arab. Sejak saat itu, simbol Islam akhirnya diterapkan pada semua mata uang.

     Tahap berikutnya, dalam membangun sistem koin Arab yang memiliki standardisasi maka dimunculkan gambar khalifah pada koin emas, perak, dan tembaga. Sejumlah tempat pencetakan koin berada di daerah perbatasan tempat tentara dikerahkan untuk melawan Bizantium.

Hal ini menunjukkan, koin-koin itu diproduksi untuk kepentingan militer. Untuk pertama kalinya, koin-koin itu menampilkan khalifah. Sementara, di balik koin ditampilkan objek yang dikenal sebagai qutb (tongkat) yang dikelilingi tulisan kalimat syahadat. Koin-koin ini dikeluarkan selama empat tahun, yakni pada 693 hingga 697.

Pada periode yang sama di Mesir, koin menunjukkan lebih sedikit variasi. Mesir hanya menggunakan satu percetakan di Alexandria. Koin itu terbuat dari tembaga yang kecil dan tebal, tidak ada koin emas atau perak.

5.    Perkembangan uang pada zaman Bani Abbasiyah

Pada era khalifah selanjutnya, Dinasti Umayyah mencetak dinar yang bernilai setengah dan sepertiga dinar. Ukuran dan beratnya jauh lebih kecil dan ringan dengan uag koin bernilai satu dinar. Setelah menguasai Afrika Utara dan Spanyol - penguasa Umayyah mulai membangun percetakan uang koin di provinsi itu. Khalifah pun bertanggung jawab untuk memastikan kemurnian dan berat koin yang dicetak. * Koin Kekhalifahan Abbasiyah (750 M - 1258 M)

Ketika kekuasaan kekhalifahan Umayyah jatuh, percetakan koin di Damaskus pun ditutup. Di era awal kekuasaannya, Dinasti Abbasiyah mulai mencetak koin di Kufah - ibu kota pertama Abbasiyah. Khalifah Al-Mansur pun mulai membangun Baghdad dan mendirikan percetakan dirham di kota itu. Koin emas mulai dicetak pada era kekuasaan Khalifah Harun Ar-Rasyid yag naik tahta pada tahun 786 M. Harun mencetak koin emas atas nama gubernur Mesir. Pada masa itu, Abbasiyah memiliki dua tempat percetakan uang, yakni di Baghdad serta di Fustat - Kairo Tua.

Percetakan koin di Mesir terbilang produktif. Setiap cetakan koin dari provinsi itu selalu mengatasnamakan gubernur yang didedikasikan bagi khalifah. Khalifah Al-Ma'mun (813 M) yang menggantikan Harun Ar-Rasyid mulai mencetak beragam jenis koin. Dengan cita rasa artistik yang tinggi, Al-Ma'mun memperbaiki tampilan koin. Sehingga koin yang dicetak tampak lebih indah. Apalagi, tulisan yang tertera pada koin menggunakan tulisan indah khas Kufah atau Kufi. *Koin Andalusia (711 M - 1494 M)

Berbeda dengan wilayah Arab lainnya yang ditaklukkan Islam yang menggunakan koin penguasa sebelumnya, penguasa Islam mencetak khusus koin emas yang baru ketika menguasai Spanyol pada 711 M. Tulisan yang tercantum dalam koin itu adalah huruf latin. Dinar khas Andalusia itu dicetak secara langsung di kota itu. Pada tahun 720 M, koin Arab asli pertama kali masuk ke wilayah itu. Gaya dan tulisan yang tercantum dalam koin itu menandakan bahwa dinar itu berasal dari Arab Afrika Utara yang dicetak setahun sebelumnya. Muslim di Andalusia juga mulai memakai koin yang bernilai setengah dinar yang dicetak di damaskus pada 719 M. Koin emas terakhir yang dicetak di Andalusia dicetak pada era Nasrid Granada (1238 M - 1492 M). * Koin Kekhalifahan Fatimiah (909 M - 1171 M)

Tiga khalifah pertama dari Kekhalifahan Fatimiyah yang berkuasa dari tiga ibu kota berbeda yakni, Quayrawan, Al-Mahdiya, dan Sabra-Mansuriyah mencetak koin emas dan perak sesuai dengan kebiasaan ortodok Sunni. Pada tahap awal, dinar yang dicetak Al-Mahdi mengikuti model dan ukuran serta desain yang digunakan Dinasti Aghlabid. Pada tahun 912 M, dinasti itu mulai mencetak dinar yang ringan dan berukuran lebih besar dengan menggunakan tulisan indah Kufi.

Pada tahun 922 M, percetakan uang dipindahkan ke Al-Mahdiyah dan lalu ke Al-Mansuriyah. Khalifah Al-Qa'im pada tahun 934 M mulai mengganti desain dan mulai mengadopsi tulisan indah Kufi. Koin yang bernilai seperempat dinar juga dicetak dinasti itu dari wilayah kekuasaannya di Sicilia. Ciri khas koin Fatimiyah yang beraliran Syiah adalah pernyataan yang mengungkapkan pertaliannya dengan Ali bin Abi Thalib

6.    Perkembangan Uang pada Masa Turki Usmani.

Daulah Turki Usmani juga mencetak mata uang, nama sultan juga dicantumkan pada setiap mata uang yang beredar sebagai tanda penguasa di masa itu dimana krtika terjadi inflasi ,Sultan Murad IV mengeluarkan kebijakan penambahan nilai tukar mata uang emas dan perak ,di samping melakukan efisiensi mengeluarkan terhadap gaji pasukan dan keperluan istana . sebagai bangsa yang bedarah militer Daulah Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatannya dalam bidang kemiliteran sehingga aktivitas di bidang pengembangan ilmu pengetahuan tidak terlalu menonjol selama masa pemerintahannya .namum kemudian ,mereka banyak melakukan pembangunan bebagai mesjid dan istana yang megah,sekolah,rumah sakit, panti asuhan, penginapan,pemandian umum dan pusat-pusat terekat.

Pada awal abad ke 16 Daulah Turki Usmani terlibat konfrontasi dengan bangsa Eropa dalam memperebutkan pengaturan tata ekonomi dunia Daulah Turki Usmani menguasai semenanjung Balkan dan Afrika Utara ,sementara bangsa Eropa melakukan ekspansi ke benua Amerika dan Afrika ,termasuk menguasai jalur pedangangan AsiaTenggara perseteruan ini semakin peruncing pada abad –abad berikutnya hingga akhirnya Daulah Turki Usmani kalah perang dan kehilangan seluruh wilayah kekuasaannya akibat perperangan tersebut di samping pemberontakan di berbagai wilayah kekuasaannya ,pemerintah Daulah Turki Usmani berakhir pada tahun 1924 M.

7.    Hukum Menggunakan Uang Kertas

Keputusan ke-enam al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami pada daurahnya yang kelima di kota Makkah Mukarramah dari tanggal 8 sampai 16 Rabi’ul awal 1402 H.Setelah didikusikan diantara anggota majlis maka diputuskan hal-hal sebagai berikut :

 Pertama :

• Bahan awal alat pembayaran (an-naqd) adalah emas dan perak

 • Illat (sebab hukum-pent) berlakunya hukum riba pada emas dan perah adalah tsamaniyah (standar alat pembayaran) menurut pendapat yang paling shahih di kalangan para pakar ilmu fikih

 • Kriteria tsamaniyah ini menurut fuqaha tidak hanya terbatas pada emas dan perak sekalipun asalnya materi adalah emas dan perak

 • Mata uang kertas telah menjadi sebuah alat pembayaran yang memiliki harga dan berperan layaknya emas dan perak dalam penggunaannya. Uang kertas telah menjadi standar ukuran nilai barang-barang di zaman ini, karena penggunaan emas dan perak (sebagai alat tukar) tidak lagi nampak dalam intraksi dan jiwa masyarakat merasa tenang dengan menganggapnya sebagai alat tukar (Tamawwul) dan menyimpannya. Penunaian pembayaran yang sah terwujud dengannya dalam skala umum.

• Kesimpulan tentang illat berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah dan illat ini juga terwujud pada uang kertas. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas seluruhnya, Majlis al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami menetapkan bahwa mata uang kertas merupakan alat pembayaran yang berdiri sendiri dan mengambil hukum emas dan perak, sehingga zakat menjadi wajib padanya dan dua jenis riba, fadhl dan nasa’i berlaku pada uang kertas ini, sebagaimana hal itu berlaku pada mata uang emas dan perak secara sempurna dengan mempertimbangkan kriteria tsamaniyah pada mata uang kertas, sehingga ia diqiyaskan kepada emas dan perak. Dengan demikian mata uang kertas mengambil hukum-hukum uang emas dna perak (Nuquud) dalam segala konsekwensi yang telah ditetapkan syariat.

Usaha Kedua : Uang kertas dianggap sebagai alat bayar independen sebagaimana fungsi emas, perak dan benda-benda berharga lainnya. Demikian juga uang kertas diklasifikasikan sebagai jenis-jenis yang berbeda-beda dan beraneka-ragam sesuai dengan pihak penerbitnya di negara-negara yang berbeda-beda pula. Artinya uang kertas Saudi Arabiah adalah satu jenis dan uang kertas Amerika adalah satu jenis. Begitulah setiap uang kertas adalah satu jenis independen secara dzatnya. Dengan demikian hukum riba dengan kedua macamnya riba fadhl dan riba nasi`ah berlaku padanya, sebagaimana kedua riba ini berlaku pada emas dan perak serta barang berharga lainnya. Semua ini berkonsekuensi sebagai berikut:

1. Tidak boleh menjual mata uang sebagian dengan sebagian yang lain atau dengan mata uang yang berbeda dari jenis-jenis alat pembayaran lainnya berupa emas atau perak atau selain keduanya secara nasi`ah (tunda) secara mutlak, tidak boleh misalnya menjual sepuluh riyal Saudi dengan mata uang lain dengan selisih harga secara tunda tanpa serah terima secara kontan

2. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenisnya sendiri di mana salah satunya lebih banyak dari yang lain, baik hal itu dilakukan secara kontan maupun tunda. Tidak boleh –sebagai contoh- menjual sepuluh riyal Saudi kertas dengan sebelas riyal Saudi kertas secara kontan maupun tunda.

3. Boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenis lain yang berbeda bila hal itu dilakukan secara kontan. Diperbolehkan menjual Lira Suriah atau Lebanon dengan riyal Saudi, baik berupa uang kertas atau perak dalam jumlah yang sama atau lebih murah atau lebih tinggi. Juga diperbolehkan menjual dolar Amerika dengan tiga riyal Saudi atau lebih rendah dari itu atau lebih tinggi bila hal itu terjadi secara kontak

  

BAB III

PENUTUP

 A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan. Disetujui adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.

Perbedaan konsep uang dalam ekonomi Islam dan konvensional terdapat pada uang yang tidak identik dengan modal, uang adalah public goods, modal adalah private goods, uang adalah flow concept, dan modal adalah stock concept dalam konsep uang secara Islam. Sedangkan konsep uang dalam konvensional yaitu uang seringkali diidentikkan dengan modal, uang (modal) adalah private goods, Uang (modal) adalah flow concept bagi Fisher, dan Uang (modal) adalah stock concept bagi Cambridge School.

Kemudian dalam perubahan fungsi uang terbagi menjadi tiga yaitu commodity money atau uang barang, token money atau uang kertas serta deposit money atau uang giral.

 

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 2004, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, Mekar.

Hasan , Ahmad 2005, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami,  Diterjemahkan oleh Saifurrahman Barinto, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada.

Nasution Mustafa Edwin, dkk, 2006, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam , Jakarta, Kencana Predana Media Group.

Merza Gamal, Uang Perspektif Islam, 19 Juli 2006

1 comment:

  1. Baccarat Strategy: A Guide to Baccarat - FABCASINO
    Baccarat 바카라 사이트 is 메리트 카지노 a popular way to play card games in kadangpintar the casino. In fact, it's a game that can only be played by four people.

    ReplyDelete

ADSENSE IKLAN

PERHATIKAN IKLAN BERIKUT :

GABUNG SEGERA !!!!!

PAGE LEVEL ADS